Legal update: Bolehkah Pengelola Parkir Menyatakan Tidak Bertanggungjawab Atas Kehilangan atau Kerusakan Kendaraan?

 Bolehkah Pengelola Parkir Menyatakan Tidak Bertanggungjawab Atas Kehilangan atau Kerusakan Kendaraan?



Sumber gambar: http://farid-wajdi.com/detailpost/menggagas-asuransi-parkir

      Seiring dengan naiknya volume penggunaan kendaraan bermotor maka kebutuhan akan lahan parkir untuk menampung kendaraan bermotor juga semakin meningkat. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi pihak-pihak pengelola lahan parkir. Namun hal yang sering ditemukan dalam kartu parkir adalah pernyataan sepihak dari pengelola parkir yang menyatakan bahwa "pengelola parkir tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan barang dari pemilik kendaraan bermotor".

    Dalam kajian hukum perdata ketentuan tersebut termasuk kedalam pengertian klausula baku sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang menyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam dokumen dan/atau perjanjian dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Dalam klausula baku meniadakan konsensus (kesepakatan) diantara para pihak dalam perjanjian, dimana terdapat salah satu pihak yang posisinya lebih tinggi dari pihak lain yang menentukan isi dari perjanjian tersebut. Hal yang sama tidak jarang ditemukan dalam kartu parkir yang dibuat oleh pengelola parkir yang memiliki posisi tawar lebih tinggi daripada pemilik kendaraan bermotor, dimana terdapat ketentuan bahwa pengelola parkir tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan kendaraan. Akibatnya jika pemilik kendaraan bermotor mengalami kerusakan atau kehilangan kendaraannya di area parkir yang terdapat ketentuan tersebut menjadi ragu untuk menuntut ganti rugi atas kerusakan atau kehilangan kendaraan tersebut.

        Pada dasarnya, klausula baku tidak dilarang digunakan oleh pelaku usaha dalam menyediakan barang dan/atau jasa kepada konsumen. Namun hal yang perlu diingat dalam Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menentukan bahwa dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang memuat klausula baku kepada konsumen maka pelaku usaha dilarang memuat ketentuan:

  1. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
  2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang telah dibeli konsumen;
  3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
  4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
  7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
  8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
    Selanjutnya yang dimaksud dengan tanggungjawab pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam poin 1 diatas sudah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen yang salah satunya adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Selain syarat-syarat klausula baku yang ditentukan tersebut, berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau dapat dibaca secara jelas, atau menggunakan pengungkapan yang sulit dimengerti. Setiap pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang dibuat dalam perjanjian atau dokumen dengan ketentuan tersebut dan setiap klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dinyatakan batal demi hukum. Ketentuan ini merupakan ketentuan khusus dari Pasal 1320 ayat (4) jo. Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur mengenai salah satu syarat obyektif perikatan yaitu adanya klausula yang halal yang menyatakan bahwa perikatan yang dibuat oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Akibat jika suatu perikatan tidak memenuhi syarat obyektif maka perikatan tersebut batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada.
    Hal ini juga diperkuat dengan adanya Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor Perkara 124 PK/PDT/2007 antara PT Securindo Packatama Indonesia (PT SPI) yang merupakan pengelola Secure Parking melawan Anny R Gultom yang menguatkan putusan kasasi atas perkara yang sama dengan menghukum PT SPI untuk mengganti kerugian atas hilangnya mobil milik Anny R Gultom yang diparkir  di daerah Mangga Dua, Jakarta Pusat pada 1 Maret 2000. Meskipun putusan pengadilan Indonesia tidak mengikat bagi hakim setelahnya yang mengadili perkara yang sama, namun dengan adanya Putusan PK a quo maka semakin memperkuat argumen bahwa pengelola parkir wajib mengganti segala kerugian konsumen yang timbul ketika konsumen memarkirkan kendaraannya pada tempat parkir tersebut.
    Berdasarkan hal tersebut apabila pengelola parkir membuat klausula yang menyatakan tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan kendaraan baik terdapat dalam kartu parkir atau didalam tempat parkir maka perbuatan tersebut bertentangan ketentuan Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 7 huruf f UU Perlindungan Konsumen, karena pengelola parkir mengalihkan tanggungjawab yang dibebankan oleh hukum kepadanya yaitu mengganti segala kerugian yang timbul dari kerusakan atau kehilangan kendaraan tersebut. Lebih lanjut lagi, apabila dapat dibuktikan bahwa dokumen berupa kartu parkir yang memuat klausula baku tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU Perlindungan Konsumen maka kartu parkir tersebut batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada, sehingga pemilik kendaraan bermotor berhak untuk menuntut ganti rugi baik secara materiil dan/atau immateriil terhadap pengelola parkir dan penyedia parkir tetap wajib bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dari kehilangan atau kerusakan kendaraan bermotor yang diparkir di tempat yang disediakan oleh pengelola parkir.

Kesimpulan:
Pengelola parkir dilarang membuat kartu parkir atau ketentuan dalam tempat parkir yang memuat klausula baku berupa pengalihan tanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat kehilangan atau kerusakan kendaraan bermotor kepada pemilik kendaraan bermotor. Apabila pengelola parkir melakukan hal tersebut, maka kartu parkir tersebut batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada dan pemilik kendaraan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas kehilangan atau kerusakan kendaraan tersebut.

Sumber referensi:
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  • Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor Perkara 124 PK/PDT/2007

Comments

Popular posts from this blog

PAHAMI PROSES EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

Kekuatan Mengikat SEMA dalam Penanganan Perkara di Pengadilan

Legal update: SYARAT DAN TATA CARA PENDIRIAN PERSEORAN TERBATAS