Legal Update: Tanggungjawab Direksi atas Kerugian pada Perseroan Terbatas
Tanggungjawab Direksi atas Kerugian pada Perseroan Terbatas
(Oleh: Muhammad Kharisma Bayu Aji)
Sumber
gambar: http://sarjanabisnis.com/mengenal-badan-usaha-perseroan-terbatas/
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut
dengan perseroan merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya (Pasal 1 angka 1 UU Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, selanjutnya disebut dengan UUPT). Dalam
ketentuan tersebut menggariskan bahwa perseroan merupakan salah satu jenis
badan hukum (rechtpersoon) yang merupakan salah satu subyek hukum
penyandang hak dan kewajiban yang dapat melakukan suatu perbuatan hukum
tertentu seperti menjual aset perseroan, mengeluarkan saham perseoran, meminjam
uang kepada pihak ketiga dan lain sebagainya. Bertitik tolak dari pasal a
quo menurut Yahya Harahap terdapat beberapa elemen pokok agar suatu
perseoran dapat memperoleh status badan hukum (legal entity), yaitu
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian antara para
pendirinya, melakukan suatu kegiatan usaha tertentu, dan proses pendirian
tersebut mendapat pengesahan oleh pemerintah c.q. Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Hlm. 34-37)
Dalam menjalankan usahanya perseoran dipimpin oleh seorang
direktur utama yang berada dalam jajaran anggota direksi, yang berwenang dan
bertanggungjawab penuh terhadap pengurusan perseoran sesuai dengan maksud dan
tujuan perseoran yang tercantum dalam anggaran dasar (article of association)
serta mewakili perseoran baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk mencapai
maksud dan tujuan dari perseoran (Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 92 ayat 1
UUPT). Kewenangan yang diberikan direksi ini merupakan salah satu bentuk
dari kuasa yang diberikan oleh undang-undang kepada direksi untuk melakukan
pengurusan terhadap perseroan. Artinya kewenangan direksi dalam melakukan
pengurusan terhadap perseroan ini tidak perlu di kuasakan lagi dari perseroan
kepada direksi yang bersangkutan, namun sudah melekat kepada direksi pada saat
penunjukan seseorang menjadi direksi melalui anggaran dasar perseroan (authorized
by law). Dalam menjalankan kegiatan pengurusan perseroan, menurut
Yahya Harahap terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan oleh direksi yaitu
sebagai berikut:
1. Wajib dan Bertanggung Jawab Mengurus
Perseroan
Dalam menjalankan pengurusan terhadap perseoran
setiap anggota direksi harus menjalankan pengurusan semata-mata untuk
kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan
dalam anggaran dasar perseoran dan tidak boleh melampaui ketentuan yang
terdapat dalam UUPT dan anggaran dasar perseoran atau dalam hukum perseroan
dikenal dengan doktrin ultra vires. Selain itu kebijakan yang
diambil oleh direksi dalam rangka pengurusan perseoran harus dilaksanakan
sesuai kebijakan yang dianggap tepat bagi perseoran sesuai dengan keahlian dari
direksi, harus mendasarkan pada peluang yang tersedia untuk menghasilkan
keuntungan serta kebijakan yang diambil harus mendasarkan pada kelaziman dalam
dunia usaha. Hal lain yang perlu diingat adalah setiap anggota direksi
bertanggung jawab secara penuh atas pengurusan perseoran dengan tidak
membedakan pembagian tugas dari setiap anggota direksi tersebut (pasal 97 ayat
2 UUPT).
2. Wajib Menjalankan Pengurusan dan Itikad
Baik dan penuh Tanggung Jawab
Selain pengurusan tersebut tidak boleh
bertentangan dengan UUPT dan anggaran dasar perseroan, dalam melaksanakan
pengurusannya direksi harus melakukan pengurusan terhadap perseoran dengan
itikad baik. Menurut Yahya Harahap, parameter dari itikad baik dari direksi ini
dapat ditentutkan berdasarkan beberapa elemen sebagai beirkut yaitu wajib
dipercaya, wajib menjalankan pengurusan untuk tujuan yang wajar, wajib dan
patuh menaati peraturan perundang-undangan, wajib loyal terhadap perseroan, dan
wajib menghindari konflik kepentingan dengan perseroan (Yahya Harahap, Hukum
Perseroan Terbatas, Hlm. 347-377). Selain hal tersebut setiap anggota direksi
harus melakukan pengurusan terhadap perseroan dengan penuh kehati-hatian dan
tidak boleh lalai. Masih menurut Yahya Harahap, patokan kehati-hatian ini tidak
terdapat pengaturan yang pasti dalam peraturan perundang-undangan namun prinsip
ini menyatakan bahwa kehati-hatian yang diterapkan secara umum dalam praktik
yang merupakan standar kehati-hatian yang dimiliki oleh yang lazim biasa dalam
posisi dan kondisi yang sama
Dalam menjalankan kegiatan usahanya terkadang
perseoran memperoleh keuntungan dan mengalami kerugian. Dalam hal
perseoran mengalami kerugian yang diakibatkan oleh adanya kesalahan atau
kelalaian oleh anggota direksi maka anggota direksi bertanggungjawab terhadap
kerugian yang dialami perseroan tersebut (Pasal 97 ayat 3 UUPT). Dalam hal ini
parameter kesalahan atau kelalaian seorang direksi adlaah apabila direksi
tersebut dalam melakukan pengurusan terhadap perseoran melampaui batas-batas
yang ditetapkan oleh UUPT dan anggaran dasar perseoran serta tidak adanya
unsur-unsur itikad baik dalam diri direksi sebagaimana parameter itikad baik
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hal yang perlu diingat bahwa konsekuensi dari
ketentuan yang terdapat dalam pasal 97 ayat 2 UUPT yang menyatakan bahwa
tanggung jawab pengurusan terhadap perseoran dilaksanakan oleh setiap direksi
adalah melahirkan konsep tanggung jawab direksi secara tanggung renteng dalam
hal perseoran mengalami kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian
oleh salah satu atau beberapa anggota direksi. Artinya, apabila salah satu
beberapa anggota direksi melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan
kerugian terhadap perseoran maka anggota direksi lainnya ikut bertanggung jawab
atas kesalahan atau kelalaian anggota direksi tersebut. Menurut Yahya
Harahap, rasio dari ketentuan ini adalah agar setiap anggota direksi saling
mengawasi secara terus menerus dengan anggota direksi lainnya, sehingga dapat
terus bersatu dan bertanggung jawab atas pengurusan perseroan.
Namun sesuai dengan kapasistas nya dalam melakukan
pengurusan perseoran dan adanya fakta bahwa kepentingan perseoran dalam
melakukan aktifitas bisnis membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat dan
tepat agar memperoleh keuntungan yang diharapkan maka dalam hal ini UUPT
mengatur mengenai doktrin business judgement rule yang berarti
direksi diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan bisnis yang tidak dapat
diganggu gugat maupun diadili meskipun keputusan direksi tersebut merugikan
perseoran. Hal ini merupakan pengecualian atas tanggung jawab anggota direksi
terhadap kerugian perseroan. Ketentuan mengenai business judgement
rule ini secara lengkap diatur dalam pasal 97 ayat (5) UUPT yang
terdiri sebagai berikut:
1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad
baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseoran;
3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan
kerugian; dan
4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Sumber Referensi:
·
Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
·
Yahya Harahap,
2013, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Sinar Grafika;
· Sartika Nanda Lestari, 2015, Business Judgement Rule Sebagai Immunity Doctrine Bagi Direksi Badan Usaha Milik Negara di Indonesia, Semarang, Jurnal Notarius, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Comments
Post a Comment