Mengenal Lembaga Intervensi Dalam Perkara Perdata
(oleh: Muhammad Kharisma Bayu Aji)
Sumber gambar: https://purwanto-law.com/penegakan-hukum-indonesia/the-law-sign-lambang-penegakan-hukum-di-indonesia-1024x768/
Dalam proses beracara perkara perdata dikenal adanya lembaga intervensi yang disebut juga sebagai "intervenient" atau "interveneeren" yang bermakna "to intervene third party" yaitu ikut sertanya pihak ketiga menggabungkan diri sebagai pihak dalam proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berjalan atau berlangsung di pengadilan tingkat pertama (Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 149). Tujuan dari adanya lembaga intervensi adalah agar terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta menghindari adanya putusan pengadilan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Lembaga intervensi tidak dikenal dalam Herzein Inlach Reglement (HIR) maupun Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBG), namun diatur didalam pasal 279 Reglement Rechtvordering (Rv) yang selanjutnya berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa yang mempunyai kepentingan dalam suatu perkara yang sedang berjalan antara pihak-pihak lain dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan"
Pasal tersebut memberikan hak kepada pihak ketiga yang mempunyai kepentingan terhadap proses pemeriksaan suatu perkara perdata untuk menggabungkan diri dalam perkara tersebut. Pasal a quo diperkuat dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 3212 K/Pdt/1974 yang menyatakan bahwa "apabila ada pihak ketiga yang mengajukan gugatan intervensi hakim berkewajiban memeriksa dan mengadili gugatan intervensi tersebut". Hal yang perlu dipahami adalah bahwa pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perkara yang sedang berjalan hanya dapat mengajukan gugatan intervensi pada peradilan tingkat pertama yaitu dalam proses pemeriksaan perkara di pengadilan negeri (Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 149).
Jenis-Jenis Lembaga Intervens
1. Tussenkomst (Intervention)
Tussenkomst merupakan pihak ketiga yang mempunyai kepentingan atas objek yang disengketakan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan proses pemeriksaannya pada peradilan tingkat pertama. Dasar alasan dari gugatan dari pihak ketiga ini adalah karena pihak ketiga mempunyai kepentingan terhadap diri sendiri atas objek yang disengketakan para pihak yang sedang berjalan (Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 150). Menurut Yahya Harahap syarat utama tussenkomst adalah objek gugatan/permohonan tersebut wajib sama dengan objek gugatan perkara pokok yang sedang disengketakan para pihak yang sedang berperkara. Tussenkomst dapat diajukan dengan formatgugatan maupun format permohonan yang diajukan sebelum agenda sidang pembacaan kesimpulan oleh para pihak (pasal 280Rv). Contoh tussenkomst: A menggugat B karena tanah yang dikuasai B adalah milik A atas dasar Sertifikat Hak Milik atas nama A, pada saat yang sama ternnyata C sudah membeli tanah tersebut kepada B dan dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli tanah yang dibuat dengan akta notariil. Sehubungan dengan hal tersebut C mencoba untuk mempertahankan haknya dengan mengajukan gugatan tussenkomst kepada A sebagai pihak ketiga yang mempunyai kepentingan terhadap perkara perdata yang sedang berjalan.
2. Voeging
Menurut Yahya Harahap, voeging merupakan masuknya pihak ketiga kedalam perkara perdata di tingkat pertama yang sedang berjalan atas kehendak atau kemauan sendiri dengan tujuan untuk membantu dan membela kepentingan salah satu pihak dalam perkara baik penggugat atau tergugat.
3. Vrijwaring
Vrijwaring merupakan bentuk masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata di tingkat pertama karena pihak ketiga tersebut ditarik kedalam perkara perdata yang sedang berjalan oleh tergugat agar ikut bertanggungjawab atas perkara yang dituntut oleh penggugat kepada tergugat atau dapat juga disebut dengan penarikan pihak ketiga untuk masuk kedalam proses pemeriksaan perkara perdata. Hal yang membedakan antara vrijwaring dengan voeging dan tussenkoomst adalah dalam vrijwaring "kehendak" masuknya pihak ketiga tersebut berasal dari tergugat karena tergugat atas tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut tergugat menjadi pihak yang dirugikan haknya dan digugat oleh penggugat, sedangkan dalam voeging dan tussenkoomst kehendak pihak ketiga untuk masuk kedalam proses pemeriksaan perkara perdata di peradilan tingkat pertama tersebut berasal dari diri pihak ketiga sendiri. Contoh vrijwaring: X menggugat Y karena sudah menjual barang kepada Y yang terdapat cacat tersembunyi didalam barang tersebut sehingga mengakibatkan kerugian bagi X, kemudian karena Y membeli barang tersebu kepada Z maka Y menarik Z untuk ikut bertanggung jawab atas gugatan X kepada Y tersebut karena Z menjual barang yang terdapat cacat tersembunyi kepada Y dan tidak memberitahukan keadaan barang tersebut sebelumnya.
Sumber referensi:
- Yahya Harahap, 2017, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.
Comments
Post a Comment