Legal update: Pahami Kewajiban Legalisasi Surat Kuasa Khusus Yang Ditandatangani di Luar Negeri

 Pahami Kewajiban Legalisasi Surat Kuasa Khusus Yang Ditandatangani di Luar Negeri

(oleh: Muhammad Kharisma Bayu Aji)


Sumber gambar: https://enjiner.com/contoh-surat-kuasa/

    Secara umum pemberian kuasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) merupakan suatu persetujuan dengan mana seseorang sebagai pemberi kuasa memberikan kekuasaan kepada seseorang lain, yang menerimanya sebagai penerima kuasa, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan tertentu sesuai dengan kepentingan pihak pemberi kuasa. Dalam perjanjian pemberian kuasa terdapat dua pihak yaitu pemberi kuasa atau lastgever dan penerima kuasa yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa. Konsekuensi hukum dari pemberian kuasa adalah pemberi kuasa melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus kepentingannya, sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang ditentutkan dalam surat kuasa (Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 2).

    Salah satu jenis surat kuasa yang sering digunakan advokat dalam melakukan pendampingan terhadap klien adalah surat kuasa khusus. Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 1795 KUHPer merupakan pemberian kuasa secara khusus yang hanya mengenai suatu kepentingan tertentu atau lebih. Surat kuasa khusus merupakan legitimasi bagi seorang advokat untuk dapat memberikan jasa hukum bagi klien baik di dalam maupun diluar pengadilan. Mengingat pentingnya fungsi dari pemberian surat kuasa khusus tersebut maka harus diperhatikan baik syarat-syarat dalam pembuatan surat kuasa khusus tersebut agar dapat digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dampak apabila surat kuasa khusus tidak memenuhi syarat adalah surat gugatan/permohonan tidak sah dan segala proses pemeriksaan tidak sah karena tidak ditandatangani dan dihadiri oleh penerima kuasa yang tidak didukung dengansurat kuasa yang memenuhi syarat (Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hlm. 1).  Syarat pokok surat kuasa khusus berdasarkan pasal 123 ayat (1) HIR dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1959 jo. SEMA No. 1 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994 adalah sebagai berikut:

  • Berbentuk tertulis yang dapat dibuat dengan akta otentik atau akta di bawah tangan;
  • Menyebut dengan tergas dan spesifik tujuan surat kuasa untuk berperan di pengadilan;
  • Menyebut kompetensi relatif;
  • Menyebut identitas para pihak; dan
  • Menyebut secara ringkas dan konkrit pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.
     Salah satu permasalahan penerapan surat kuasa khusus sebagai salah satu dokumen pemberian kuasa dari klien keapda advokat adalah surat kuasa yang dibuat di luar negeri yang tidak dapat langsung digunakan oleh advokat penerima kuasa untuk beracara di wilayah hukum pengadilan di Indonesia. Ketentuan tersebut diatur dalam poin 68 Lampiran Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum dan Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah menyatakan bahwa setiap dokumen Indonesia yang akan dipergunakan di negara lain atau dokumen asing yang akan digunakan di Indonesia perlu di legalisasi oleh instansi yang berwenang. Perlu diketahui bahwa berdasarkan peraturan a quo legalisasi surat kuasa khusus tersebut adalah pengesahan terhadap dokumen dan hanya dilakukan terhadap tanda tangan dan tidak mencangkup kebenaran isi dokumen. Maka dari itu setiap dokumen yang ditandatangani di luar negeri dan akan digunakan di Indonesia termasuk surat kuasa khusus yang di tanda tangani klien yang sedang berada di luar negeri yang memberikan kuasa kepada advokat untuk memberikan jasa hukum baik di dalam maupun diluar pengadilan wajib memperoleh legalisasi terkait dengan tanda tangan dalam sruat kuasa khusus tersebut.
    Selanjutnya mengenai lembaga yang berwenang untuk memberikan legalisasi terhadap surat kuasa khusus yang di tanda tangani diluar negeri berdasarkan poin 70 Permenlu a quo adalah Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar Negeri negara tempat penandatanganan surat kuasa tersebut dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang dapat berupa Keduataan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat atau Konsulat Jenderal Setempat. Oleh karena itu menurut Yahya Harahap ketentuan mengenai legalisasi surat kuasa yang ditandatangani diluar negeri ini menjadi syarat tambahan selain syarat pokok sebagaimana dijelaskan diatas.

Kesimpulan:
Agar surat kuasa khusus yang ditandatangani klien diluar negeri dapat digunakan oleh advokat sebagai penerima kuasa untuk dan atas nama klien sebagai pemberi kuasa maka selain harus memenuhi syarat pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA Nomor 2 Tahun 1959 jo. SEMA No. 1 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994, maka harus dipenuhi syarat tambahan berupa adanya legalisasi dari Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar Negeri negara tempat penandatanganan surat kuasa tersebut dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang dapat berupa KBRI setempat atau Konsulat Jenderal Setempat.



Sumber referensi:
  • Herzien Inlandsch Reglement (HIR);
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  • Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum dan Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah;
  • Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1959 jo. SEMA No. 1 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994;
  • Yahya Harahap, 2017, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta. 

Comments

Popular posts from this blog

PAHAMI PROSES EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

Kekuatan Mengikat SEMA dalam Penanganan Perkara di Pengadilan

Legal update: SYARAT DAN TATA CARA PENDIRIAN PERSEORAN TERBATAS