Short opinion: MENEGAKKAN DEMOKRASI DI MASA PANDEMI

 

MENEGAKKAN DEMOKRASI DI MASA PANDEMI

(Muhammad Kharisma Bayu Aji)

Menurut Franz Magnis Suseno salah satu ciri Negara demokrasi yaitu adanya pemilihan umum yang bebas. Sebagai salah satu pelaksanaan ciri Negara demokrasi di daerah, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi sebuah konsekuensi logis dari sebuah negara demokrasi mengingat kemampuan seseorang yang terbatas sedangkan dalam setiap jabatan publik terdapat amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat, maka seseorang tidak boleh duduk pada suatu jabatan tanpa adanya kepastian batasnya untuk dilakukannya pergantian atas jabatan tersebut.[1] Sebagai sebuah Negara hukum yang menganut sistem Pilkada secara langsung sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa penyelenggaraan Pilkada di setiap wilayah Indonesia berjalan dengan baik. Namun keberadaan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang memaksa setiap orang untuk mengurangi interaksi dengan orang lain tentunya menimbulkan permasalahan tersendiri terkait penyelenggaraan pilkada ini yang seringkali mengundang kerumunan orang.

Pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional (Keppres No. 12 Tahun 2020) telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nonalam. Pasal 120 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Perppu Nomor 2 Tahun 2020) menyatakan sebagai berikut:

Dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan atau pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan

Keberadaan pasal a quo yang dikaitkan dengan Keppres No. 12 Tahun 2020 maka Covid-19 sebagai bencana nonalam dapat dikategorikan sebagai alasan untuk melakukan penundaan penyelenggaraan pilkada yang diganti dengan pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan. Selanjutnya pada Pasal 122A menentukan bahwa pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan dilaksanakan setelah dikeluarkannya Keputusan Komisi Pemilihan Umum (Keputusan KPU) tentang penundahan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak yang dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat(DPR). KPU melalui Keputusan KPU Nomor 179/PL.01-Kpt/01/KPU/111/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19, menetapkan penundaan beberapa tahapan Pilkada 2020, diantaranya pelantikan dan masa kerja Panitia Pemungutan Suara(PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pebentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan pelaksananan pencocokan dan penelitian, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.

Berdasarkan Pasal 201A ayat (2) Perppu No.2 Tahun 2020, Pilkada serentak yang ditunda karena adanya Covid-19 akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dan dikuatkan dengan Surat Ketua Gugus Tugas Covid-19 Nomor B-196/KAGUGAS/PD.01.02/05/2020 yang pada intinya mengapresiasi pelaksanaan Pilkada serentak pada bulan Desember 2020, namun dengan syarat dilaksanakan dengan protokol kesehatan penanganan Covid-19 dalam setiap tahapan Pilkada serta berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan dalam penyiapan protokol kesehatan tersebut. Alasan penyelenggaraan Pilkada ini adalah karena tidak ada satupun lembaga yang dapat memprediksi kapan berakhirnya Covid-19 dan dana Pilkada serentak yang sudah dialokasikan pada tahun 2020, sehingga Pilkada serentak tetap dilaksanakan pada tahun 2020. Terkait dengan pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020, KPU memilih melakukan pemilihan serentak lanjutan yang didasarkan pada PKPU No. 10 Tahun 2020  yang disahkan pada tanggal 31 Agustus 2020 dan mengatur juga mengenai protokol kesehatan yang wajib dilaksanakan selama pelaksanaan Pilkada.

        Disisi lain dalam Pasal 152 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU No. 36 Tahun 2009) mengatur bahwa dalam hal terjadi penyakit menular yang dalam hal ini Covid-19 juga termasuk didalamnya maka penanganan penyakit menular tersebut yang meliputi upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Lebih lanjut, pengaturan mengenai upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular diatur didalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Permenkes No. 82 Tahun 2014), dimana dalam Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) memberikan pengertian upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan terhadap penyakit menular. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat dan upaya lain sesuai dengan ancaman penyakit menular. Upaya pengendalian dilakukan untuk mengurani atau menghilangan faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan. Upaya pemberantasan dilakukan untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik secara fisik, kimiawi dan biologi. 

    Menurut penulis menjadi aneh apabila pemerintah bersikeras untuk melaksanakan Pilkada lanjutan serentak di seluruh daerah di Indonesia karena penyelenggaraan Pilkada sejak proses pelantikan PPS sampai dengan hari Pilkada tentunya akan mengundang kerumunan banyak orang yang pada akhirnya akan memicu penularan Covid-19, apalagi jika proses Pilkada masih mengacu pada ketentuan yang konvensional berupa penggunaan paku untuk mencoblos dan penggunaan tinta secara bergantian oleh pemilih. Padahal disisi lain Covid-19 merupakan salah satu jenis penyakit menular dan pemerintah sendiri sudah menyatakan bahwa Covid-19 merupakan bencana nonalam, yang memberikan tanggungjawab kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular. Selanjutnya banyak negara di dunia yang penanganan terhadap Covid-19 tidak lebih buruk dari Indonesia seperti Hongkong, Korea Selatan,dan Singapura saja memilih untuk menunda pemilihan umum, maka seharusnya pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan untuk menunda pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 demi Hak Atas Hidup  Warga Negara Indonesia yang dijamin pemenuhannya oleh Pasal 28A ayat (1) UUD NRI 1945 yang sudah dikukuhkan sebagai salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (Non Derogable Rights) sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (1) UUD NRI 1945. 

Dengan demikian mempertimbangkan angka pasien positif Covid-19 per tanggal 1 Oktober 2020 yang berjumlah 287.008 (dua ratus delapan puluh tujuh ribu delapan) kasus (Sumber data: Google Berita), tindakan pemerintah pusat yang tetap mengadakan Pilkada serentak pada bulan Desember 2020 bersifat kontradiktif terhadap ketentuan yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 2009 jo. Permenkes No. 82 Tahun 2014 yang mewajibkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk melakukan pengendalian terhadap penyebaran penyakit menular yang dalam hal ini adalah Covid-19.


Kesimpulan:

Pilkada merupakan salah satu implementasi dari bentuk Negara demokrasi, namun disisi lain dengan adanya pandemi Covid-19 pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk melakukan pengendalian terhadap Covid-19 agar tidak menyebar. Keputusan pemerintah yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak lanjutan pada 9 Desember 2020 sebagaimana tertuang dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020 jo. PKPU Nomor 10 Tahun 2020 bersifat kontradiktif dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk melakukan pengendalian terhadap penyebaran penyakit menular yang dalam hal ini adalah Covid-19.

 

Sumber hukum:

-          Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

-     Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang

-          Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

-      Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional

        Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular

-      Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

-       Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

-       Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 179/PL.01-Kpt/01/KPU/111/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19

- Surat Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 nomor B-196/KAGUGAS/PD.01.02/05/2020



[1] Jimly Asshiddiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, hlm. 419

Comments

Popular posts from this blog

PAHAMI PROSES EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

Kekuatan Mengikat SEMA dalam Penanganan Perkara di Pengadilan

Legal update: SYARAT DAN TATA CARA PENDIRIAN PERSEORAN TERBATAS